Selamat Siang teman teman.
Saya menulis tentang Dolly hari ini...sebagai hari bersejarah ditutupnya tempat prostitusi yang kabarnya terbesar di Asia Tenggara.
Memang ada Pro dan Kontra, apalagi ditambahi dengan intrik intrik Politik didalamnya...wong tanpa Politik aja sudah lumayan Ruwettt...apalagi ditunggangi Partai Politik yang 100% mempunyai agenda tersendiri diluar agenda Kemanusiaan-Ketertiban-Mengentas Kehidupan dan agenda agenda mulia lainnya.
Saya mulai menulis tentang Dolly dimulai dari pertanyaan dari Sahabat Karib saya aja ya...biar tidak puanjang dan lamaaa....
Ini pertanyaannya :
Bagimana lo sebaiknya tentang Dolly? ditutup dengan konsekwensi mereka para PSK sembunyi sembunyi hingga penyebaran penyakit kelamin tidak terkontrol atau bagaimana?
Jawabanya gampang Sahabatku...
Penutupan secara symbolis yang dilakukan oleh Ibu Risma sebagai Walikota Surabaya itu akan berimplikasi sangat luas dan berkekuatan hukum bagi aparat di lapangan untuk bertindak, baik itu Polisi, Satpol PP ataupun Dinas Sosial Kota.
Status yang disandang Dolly sebagai lokalisasi prostitusi yang legal akan berubah menjadi ilegal, PSK dan Mucikarinya akan terkena pasal pasal Pidana mulai dari Pasal Prostitusi, tidak adanya Ijin usaha Prostitusi, Pasal Perzinahan, PSK dibawah umur, penjualan minuman keras, perjudian dan memperdagangkan manusia..dll.
Bagaimana kalau PSKnya jualan secara sembunyi sembunyi? ya tetap akan berhubungan dengan penegak hukum...namanya sembunyi sembunyi...kalau tidak ketahuan yo selamat anda beruntung, kalau ketahuan ya ditangkap anda belum beruntung...masuk penjara.
Mengenai penyebaran penyakit kelamin akan tidak terkontrol...Pertanyaannya sekarang apakah dengan Lokalisasi Dolly sekarang penyebarannya terkontrol? siapa yang mengkontrol? siapa yang memeriksa? siapa yang menjamin tidak ada penyakit kelamin yang tertularkan?
Apakah di Lokalisasi dipasang tanda larangan : Berpenyakit Kelamin dilarang masuk?
Apakah kalau sudah namanya Lokalisasi dijamin bersih?
Bukankah data dari dinas Sosial dan Dinas Kesehatan kota yang menyatakan penderita HIV AIDS dan penyakit kelamin di kota Surabaya tertinggi setelah Jakarta, Papua?
OLeh sebab itu teman, Penutupan Dolly sudah tepat dan benar.
Di luar pertanyan dan jawaban Saya diatas kita harus menyatukan persepsi dulu biar ngehh dan klop agar lurus kembali bahwa Prostitusi-Perzinahan-Zina adalah hal yang melanggar NORMA-HUKUM-ADAB dan NILAI LUHUR manusia, Seperti juga halnya Berjudi-Mencuri-Memperkosa-Membunuh dll. Semuanya itu melanggar hal hal baik yang sudah melekat di diri manusia ( Saya tidak ngomongin Agama lo ya )
Kalau berkaca dari hal diatas, harusnya penutupan Dolly menjadi sesuatu yang lumrah dan maklum di masyarakat, bukan sesuatu yang berat dan harus gontok gontokan, bukannya pertentangan antara MORALITAS melawan HUMANITY seperti sekarang yang ada di masyarakat.
Satu kubu merasa Prostitusi Lokalisasi Dolly adalah a Moral dan harus ditutup, sedangkan kubu yang lain merasa kalau ditutup terus mereka makan apa? bagaimana mereka bisa hidup?...iya to?
Dolly ditutup adalah langkah yang logis dan bermartabat. Bermartabat buat siapa? ya buat semuanya.
Buat masyarakat setempat, buat mucikari, buat PSKnya, buat pemerintah kota dan buat generasi muda kita.
Langkah Pemkot dengan memberikan pelatihan dan pembekalan untuk berpindah mencari pekerjaan yang layak dan bermartabat sudah tepat. Diberi Modal, Pelatihan, Bimbingan dsb.
Untuk urusan mereka bisa survive dan maju dalam usaha barunya ya tergantung dari individu individu mereka, bukan tergantung Pemkot.
Misalnya mereka telah diberikan pelatihan usaha bikin Salon selama 3 bulan, modal sudah diberikan, terus usahanya tidak berjalan...apakah salah Pemkot?
Mereka terus mengeluh...wahhh kalau pelatihan dan bimbingan cuma 3 bulan ya tidak cukup...harusnya minimal 1 tahun...welehhh Modyarrr....
Mereka harus mulai sadar dan bangkit dari ketagihan mencari uang dengan cara mudah, mereka harus lebih kerja keras seperti orang lain, seperti profesi lainnya siap bersaing,berprestasi menghasilkan produk,menabung, mengembangkan usaha dll. Harus hilangkan rasa nyaman dengan bekerja satu jam sudah menghasilkan ratusan ribu rupiah, jadi calo PSK sehari bisa buat makan seminggu, Berdiri sebagai keamanan Lokalisasi mendapat segalanya ..dll.
Loh Mas...lingkungan mereka itu sudah terbentuk ratusan tahun lo ya..sudah saling membutuhkan antara PSK,Mucikari,Warung kopi, petugas keamanan,RT,RW,Camat, dan masyarakat sekitar...piye to?
Lah...kalau tidak ditutup sekarang? ditutup kapan ? Mentas dari kemaksiatan kapan? Menjadi Manusia yang bermartabatnya kapan? hehehehe...
Note : Semua Photo dibawah ini adalah karya sahabat fotografer Saya - Cak Rachmad - Ketua Surabaya In Frame.
Saya menulis tentang Dolly hari ini...sebagai hari bersejarah ditutupnya tempat prostitusi yang kabarnya terbesar di Asia Tenggara.
Memang ada Pro dan Kontra, apalagi ditambahi dengan intrik intrik Politik didalamnya...wong tanpa Politik aja sudah lumayan Ruwettt...apalagi ditunggangi Partai Politik yang 100% mempunyai agenda tersendiri diluar agenda Kemanusiaan-Ketertiban-Mengentas Kehidupan dan agenda agenda mulia lainnya.
Saya mulai menulis tentang Dolly dimulai dari pertanyaan dari Sahabat Karib saya aja ya...biar tidak puanjang dan lamaaa....
Ini pertanyaannya :
Bagimana lo sebaiknya tentang Dolly? ditutup dengan konsekwensi mereka para PSK sembunyi sembunyi hingga penyebaran penyakit kelamin tidak terkontrol atau bagaimana?
Jawabanya gampang Sahabatku...
Penutupan secara symbolis yang dilakukan oleh Ibu Risma sebagai Walikota Surabaya itu akan berimplikasi sangat luas dan berkekuatan hukum bagi aparat di lapangan untuk bertindak, baik itu Polisi, Satpol PP ataupun Dinas Sosial Kota.
Status yang disandang Dolly sebagai lokalisasi prostitusi yang legal akan berubah menjadi ilegal, PSK dan Mucikarinya akan terkena pasal pasal Pidana mulai dari Pasal Prostitusi, tidak adanya Ijin usaha Prostitusi, Pasal Perzinahan, PSK dibawah umur, penjualan minuman keras, perjudian dan memperdagangkan manusia..dll.
Bagaimana kalau PSKnya jualan secara sembunyi sembunyi? ya tetap akan berhubungan dengan penegak hukum...namanya sembunyi sembunyi...kalau tidak ketahuan yo selamat anda beruntung, kalau ketahuan ya ditangkap anda belum beruntung...masuk penjara.
Mengenai penyebaran penyakit kelamin akan tidak terkontrol...Pertanyaannya sekarang apakah dengan Lokalisasi Dolly sekarang penyebarannya terkontrol? siapa yang mengkontrol? siapa yang memeriksa? siapa yang menjamin tidak ada penyakit kelamin yang tertularkan?
Apakah di Lokalisasi dipasang tanda larangan : Berpenyakit Kelamin dilarang masuk?
Apakah kalau sudah namanya Lokalisasi dijamin bersih?
Bukankah data dari dinas Sosial dan Dinas Kesehatan kota yang menyatakan penderita HIV AIDS dan penyakit kelamin di kota Surabaya tertinggi setelah Jakarta, Papua?
OLeh sebab itu teman, Penutupan Dolly sudah tepat dan benar.
Di luar pertanyan dan jawaban Saya diatas kita harus menyatukan persepsi dulu biar ngehh dan klop agar lurus kembali bahwa Prostitusi-Perzinahan-Zina adalah hal yang melanggar NORMA-HUKUM-ADAB dan NILAI LUHUR manusia, Seperti juga halnya Berjudi-Mencuri-Memperkosa-Membunuh dll. Semuanya itu melanggar hal hal baik yang sudah melekat di diri manusia ( Saya tidak ngomongin Agama lo ya )
Kalau berkaca dari hal diatas, harusnya penutupan Dolly menjadi sesuatu yang lumrah dan maklum di masyarakat, bukan sesuatu yang berat dan harus gontok gontokan, bukannya pertentangan antara MORALITAS melawan HUMANITY seperti sekarang yang ada di masyarakat.
Satu kubu merasa Prostitusi Lokalisasi Dolly adalah a Moral dan harus ditutup, sedangkan kubu yang lain merasa kalau ditutup terus mereka makan apa? bagaimana mereka bisa hidup?...iya to?
Dolly ditutup adalah langkah yang logis dan bermartabat. Bermartabat buat siapa? ya buat semuanya.
Buat masyarakat setempat, buat mucikari, buat PSKnya, buat pemerintah kota dan buat generasi muda kita.
Langkah Pemkot dengan memberikan pelatihan dan pembekalan untuk berpindah mencari pekerjaan yang layak dan bermartabat sudah tepat. Diberi Modal, Pelatihan, Bimbingan dsb.
Untuk urusan mereka bisa survive dan maju dalam usaha barunya ya tergantung dari individu individu mereka, bukan tergantung Pemkot.
Misalnya mereka telah diberikan pelatihan usaha bikin Salon selama 3 bulan, modal sudah diberikan, terus usahanya tidak berjalan...apakah salah Pemkot?
Mereka terus mengeluh...wahhh kalau pelatihan dan bimbingan cuma 3 bulan ya tidak cukup...harusnya minimal 1 tahun...welehhh Modyarrr....
Mereka harus mulai sadar dan bangkit dari ketagihan mencari uang dengan cara mudah, mereka harus lebih kerja keras seperti orang lain, seperti profesi lainnya siap bersaing,berprestasi menghasilkan produk,menabung, mengembangkan usaha dll. Harus hilangkan rasa nyaman dengan bekerja satu jam sudah menghasilkan ratusan ribu rupiah, jadi calo PSK sehari bisa buat makan seminggu, Berdiri sebagai keamanan Lokalisasi mendapat segalanya ..dll.
Loh Mas...lingkungan mereka itu sudah terbentuk ratusan tahun lo ya..sudah saling membutuhkan antara PSK,Mucikari,Warung kopi, petugas keamanan,RT,RW,Camat, dan masyarakat sekitar...piye to?
Lah...kalau tidak ditutup sekarang? ditutup kapan ? Mentas dari kemaksiatan kapan? Menjadi Manusia yang bermartabatnya kapan? hehehehe...
Note : Semua Photo dibawah ini adalah karya sahabat fotografer Saya - Cak Rachmad - Ketua Surabaya In Frame.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar