Minggu, 15 November 2020

Pilkada PilKita

" Bahwa puncak kesuksesan politik adalah mampu meraih kekuasaan dan mampu meraup pundi-pundi ekonomi yang dapat mensejahterakan para politikus dan kelompoknya " - Frankfurt School.
Terus kita ( Pemilik Suara yang sering dipakai saat Pemilu saja) bagaimana? Bagaimana kalau kita mengikuti polah mereka para Politisi - Lu gua kasih suara , kita dapet ape ? atau kita tetap saja memegang idealisme Pemilu yang JURDIL LUBER yang juga dibuat dan di gaungkan para Politisi itu? 
Kita bertransaksi jual beli Suara - Atau kita hanya jadi penonton trasaksi transaksi para politisi ? 
Atas realitas itu, maka muncul sebuah krido dalam masyarakat bahwa dunia politik itu sarat dengan muatan tukar-menukar jasa atau dalam bahasa kerennya politik transaksional. macam ini ada di banyak negara. Hanya saja yang berbeda di Indonesia para pemilih fokus pada siapa calon presiden, siapa caleg, siapa calon bupati, tidak fokus pada partainya. Mesin partai kalah dengan mesin jaringan sosial yang dipakai oleh para kandidat, dan hasilnya lebih ces pleng...wes hewes hewes..coblos anunee..
Misalnya lembaga Rukun Tetangga, Rukun Warga atau Lembaga keagamaan, Dasawisma, Komunitas Genjot, Komunitas ngopi ngutang dan komunitas lainnya. Mereka lebih all out dalam mendukung salah satu calon kandidat. Akibatnya segala bentuk jaringan sosial yang ada itu ditumpangi para calon.
 
Apakah sah ? Apakah itu menyalahi norma? Apakah itu melanggar Asas Pemilu yang langsung Umum Bebas dan Rahasia? Apakah itu Demokratis? 

Sek sek...opo iku Demokrasi ? - Demokrasi adalah bentuk pemerintahan di mana semua warga negaranya memiliki hak setara dalam pengambilan keputusan yang dapat mengubah hidup mereka. Demokrasi mengizinkan warga negara berpartisipasi—baik secara langsung atau melalui perwakilan—dalam perumusan, pengembangan, dan pembuatan hukum.

Bila para Politisi kita dalam meraih kemenangan melalui jalan jalan itu, Kedua calon sama sama memilih jalan itu untuk meraih suara ( Transaksional ), Terus diposisi manakah para pemilih yang menempuh jalur idealisme dengan JURDIL LUBER memilih sesuai dengan hati nurani mereka? Mereka termasuk di golongan yang mana dari alur politik Transaksional? Apakah mereka hanya menjadi Object, hanya jadi penonton? atau korban dibujuk i tiap lima tahunan?

Mungkin jalan waras yang kita tempuh adalah ikut jalan mereka. Kamu kasih apa ke Kita, Kita akan kasih apa yang Kamu mau...Mumpung ada yang kasih, sekalian kita minta yang banyak...hahahaha. Toh kalau Pilkada selesai, mereka juga melupakan kita...hahahaha
Pilkada ini menjadi semacam PilKita bagi komunitas kita...
Sumber energy untuk pembangunan wilayah kita...yang datangnya lima tahun sekali. 
Kita memiliki hak setara dalam mengambil keputusan yang dapat mengubah hidup kita dan wilayah kita - Sangat Demokratis...qiqiqiqi.

Wani piro Son?

Milih Klambi opo Paving Son...hahahaha.