Kamis, 10 April 2014

Pemilu 2014 di Griya Citra Asri

9 April 2014 merupakan pesta demokrasi lima tahunan yang dilaksanakan di Indonesia, di Pemilu tgl 9 April 2014 ini masyarakat Indonesia menentukan para wakilnya yang akan duduk di DPRD1, DPRD2,DPR dan DPD.
Banyak cara yang dilakukan oleh para calon anggota dewan untuk mendapatkan suara dari para warga. Mulai dari tempel poster di tiang listrik dan telephon berdampingan dengan promosi kuras WC dan simpan pinjam, ada yang menempelkan poster di pohon pohon dengan cara dipaku (Innalilahi), ada yang membentangkan poster di sudut sudut jalan, bahkan adapula yang bergerilya masuk ke RW,RT dan Jamaah Pengajian lewat sumbangan terselubung program Jasmas.
Para Tim Sukses bergentayangan di semua sudut kesempatan untuk menjual jagoannya, menebar janji janji dan polesan kebaikan sumbangan dan rasa peduli pada warga yang membutuhkan.
Dibalik tipu daya para Caleg dan Tim suksesnya, ada sedikit pertanyaan mengenai bagaimana dengan warga dan masyarakat Indonesia yang ingin menegakan demokrasi dan membangun Negeri yang berAdab dan Maju tanpa tipu daya dan kecurangan?. Jawabannya mungkin hanya bisa mengelus dada dan sabar saja melihat fenomena yang sudah mengakar dan mendarah daging di sebagian besar masyarakat Indonesia itu.
Semua cara dilakukan, semua usaha di terapkan, dan semua hal hal curang diperbolehkan hanya untuk memenuhi ambisi pribadi anggota dewan untuk terpilih di Legislative.
Bagaimana sebuah cita cita membangun Negara besar Indonesia dengan hal hal demikian bisa terwujud?
Penulis masih ingat saat KPK diserang habis habisan oleh anggota Dewan di Senayan, bagaimana ngototnya mereka memangkas wewenang KPK dalam memberantas Korupsi. Harusnya bila para wakil wakil rakyat kita itu normal hati nuraninya, pasti akan setuju dengan langkah pemberantasan korupsi yang dilakukan KPK, bukan sebaliknya.
Penulis juga sadar akan kekuatan jahat napsu berKorupsiria ternyata sudah menyebar ke aliran darah para warga masyarakat setingkat RT. Rapat rapat resmi RT untuk "menjual suara warga" kesalah satu calon anggota dewan, bagaimana mereka memandang seseorang yang menentang hal itu sebagai suara yang aneh dan bertentangan dengan tujuan mereka, suara provokator kompor Mbledug istilah mereka. Sadar atau tidak sadar ternyata keinginan korupsi itu sudah menjadi keinginan jamak sebagian warga masyarakat baik di Desa maupun di Kota.
Di luar hal diatas, Penulis mengucapkan selamat kepada Warga yang dengan ikhlas menjadi panitia Pemilu - Panita KPPS, yang tanpa pamrih bekerja sampai dini hari, juga mengucapkan selamat kepada warga yang melaksanakan kewajibannya untuk memilih di Pemilu dan selamat juga kepada para GOLPUT yang menentukan pilihannya untuk tidak memilih. MERDEKAAA...!!!


Jalanan kampung sepi saat coblosan.